Oktober 10, 2024

Pilihan Boleh Beda Tapi Kita Tetap Saudara

2 min read

Pilihan boleh beda, tapi kita tetap bersaudara, guna menciptakan pemilu damai. Sekilas pesan ini terdengar klise karena selalu muncul dalam setiap kontestasi politik, termasuk pemilihan presiden (pilpres). Tapi, jika melihat dinamika politik yang selalu berkembang menjurus pada kompetisi pragmatis di antara kubu yang berbeda pilihan politik, maka pesan tersebut perlu didengungkan kembali.

Pragmatisme politik dimaksud semakin mendekati pelaksanaan pilpres yang bakal digelar 14 Februari 2024 nanti semakin terasa dinamis. Adalah wajar jika pemilu yang dalam realisme politik berujung pada perebutan kekuasaan selalu diwarnai dengan kerasnya persaingan politik. Tetapi, jangan sampai pertarungan yang muncul menabrak koridor etika dan aturan politik, apalagi hukum. Yang akhirnya menjadikan pesta demokrasi ini sebagai arena konflik kekuasaan yang menjatuhkan satu sama lain.

Persoalan tersebut perlu digarisbawahi karena fakta-fakta tersaji dari periode-periode lalu bukan sekadar sebatas saling serang di antara tim sukses atau pendukung masing-masing pasangan calon presiden dan wakil presiden, tapi banyak diwarnai cacimaki dan bahkan saling fitnah yang mungkin saja akan terulang kembali penyebaran informasi hoaks yang menurut saya kondisi tersebut justru merusak keberadaban demokrasi di negeri ini.

Sejak Era Reformasi, Indonesia sudah melewati lima kali pemilu demokratis. Bahkan negeri ini sudah menahbiskan diri sebagai salah satu negeri demokrasi terbesar di dunia. Semestinya menghadapi Pemilu 2024, semua elemen bangsa mampu mendorong perkembangan kedewasaan berpolitik.

Bukanlah malah membiarkan pragmatisme mengendalikan politik, dan bahkan bersama-sama menjerumuskan demokrasi itu sendiri.

Harapan saya bisa terwujud jika aktor utama politik-capres-capawapres, tim kampanye, partai politik pendukung bisa mematrikan komitmen bersama-sama menjaga koridor etika dan aturan main politik yang telah disepakati bersama.

Dengan demikian, warna persaingan pilpres lebih didominasi adu gagasan dan program sehingga yang muncul di massa pendukung adalah rasionalitas bukan emosionalitas.

Perlu saya tulis kembali untuk dibaca lagi, bahwa pilihan boleh berbeda tapi kita tetap saudara. Artinya, musuh kita dalam berpolitik adalah sahabat kita berdemokrasi. Menang dan kalah adalah reduksi kompetensi. Siapapun dia yang terpilih, itulah wajah demokrasi kita, presiden republik Indonesia.

Bagi saya Anies-Amin, Prabowo-Gibran dan Ganjar-Mahfud adalah orang-orang baik.

Faktanya, merekalah yang terpilih untuk kita pilih. Jadi kepada para pendukung, timses serta oknum atau kelompok yang berkepentingan dengan pesta demokrasi kali ini, sampaikanlah kepada masyarakat tentang calon kita yang baik-baik, tidak menyebar isu calon lain dengan ungkapan yang tidak baik agar mereka (capres-cawapres) yang kita usung menjadi yang terbaik guna menciptakan pemilu damai untuk Indonesia yang lebih baik.(Penulis Joe)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Copyright © All rights reserved. | Newsphere by AF themes.